TEMPO.CO, Jakarta – Dua perusahaan pengelola bandara domestik tengah berjuang mengatasi tekanan bisnis di masa transisi pandemi Covid-19 menuju kegiatan bisnis baru alias new normal. Direktur Keuangan PT Angkasa Pura I (persero), Andy Saleh Bratamihardja, mengatakan volume pergerakan pesawat dan penumpang di 15 bandara yang dikelola perusahaannya masih jauh di bawah batas ideal, meski batasan penerbangan mulai dilonggarkan.
“Sedang berat bagi kami, karena pendapatan dari operasional saat ini belum menutupi biaya operasi,” ujarnya kepada Tempo, Ahad 12 Juli 2020.
Akibat pandemi, menurut Andy, Angkasa Pura I mengalami penurunan operasional terparah sepanjang sejarah sejak berdirinya perseroan. Merujuk evaluasi internal, arus lalu lintas pesawat di bandara perusahaan pada Mei lalu anjlok hingga 87,9 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu.
Trafik penumpangnya malah lebih parah, merosot hingga 98,7 persen. Meski penerbangan sepi, perseroan masih harus memenuhi kewajiban safety, security, and service (3S), seperti penyiagaan petugas keamanan, pemadam kebakaran, bahkan memastikan pasokan listrik tetap terjaga.
“Kami sangat ingin berhemat, tapi 3S itu harus dipenuhi. Itu termasuk pengeluaran,” katanya.
Andy berkata manajemennya harus selalu menjaga kecukupan kas untuk ketahanan masa operasi minimal tiga bulan. Meski belum merinci, dia menyebutkan ketersediaan dana dijaga dengan sejumlah strategi, seperti pemangkasan biaya pemeliharaan, pengurangan jam operasi, bahkan perampingan sumber daya manusia.
“Harus selalu tersedia untuk masa operasi tiga bulan, itu yang paling ideal agar bisa mengantisipasi segala hal.”
Direktur Utama Angkasa Pura I, Faik Fahmi, mengatakan volume pengguna penerbangan sudah turun 27 secara year on year pada Maret lalu. Penurunannya mencapai 86 persen pada April dan akhirnya menembus 95 persen pada bulan berikutnya.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 soal pembatasan mudik pun sempat membuat penerbangan komersial terhenti, hanya menyisakan hanya flight logistik dan perjalanan pengecualian. Pembatalan lebih dari 12.700 penerbangan, baik domestik maupun internasional, pada Januari – Februari 2020 sudah sempat terhitung merugikan perseroan hingga Rp 207 miliar.